MENGENAL RAMBU SOLO ADAT-ISTIADAT SUKU TORAJA


 MENGENAL UPACARA

 "RAMBU SOLO"

RITUAL SUKU TORAJA


 

    Semua orang tentunya sudah tidak asing lagi dengan Suku Toraja. Suku ini, merupakan suku yang menetap dipegunungan bagian utara Sulawesi Selatan. Suku Toraja menyimpan berbagai keindahan yang terkenal hingga mancanegara. Baik keindahan alamnya maupun keelokan adat istiadatnya. Ada berbagai adat istiadat di Suku Toraja. Salah satunya adalah Ritual Upacara Rambu Solo. Ritual Rambu Solo adalah sebuah ritual dimana ketika ada orang yang sudah meninggal kemudian diantarkan ketempat peristirahatan terakhir (Puya) sebagai bentuk penghormatan. Selain itu, masyarakat Toraja percaya bahwa tanpa adanya upacara penguburan ini, maka arwah orang yang meninggal akan memberi kemalangan terhadap orang yang ditinggalkan. Bagi Suku Toraja, apabila ritual ini belum dilaksanakan, mereka menganggap bahwa orang yang telah meninggal tersebut adalah orang sakit dan diperlakukan juga layaknya seperti orang sakit. Sehingga mereka harus diberi makanan, minum, baju dan dibaringkan ditempat tidur.

Upacara Adat "Rambu Solo"

Upacara Adat Rambu Solo merupakan ritual yang memakan waktu dan biaya yang cukup banyak. Upacara ini biasanya dilakukan beberapa bulan atau  bahkan sampai bertahun-tahun setelah orang tersebut meninggal. 

Untuk biaya ritual ini biasanya mencapai ratusan juta. Hal ini dikarenakan adanya penyembelihan berupa kerbau atau babi yang jumlahnya tidak sedikit. Istilah penyembelihan hewan dalam Toraja disebut dengan Ma'tinggoro Tedang. Yang berarti Pemberian babi atau kerbau diberikan kepada keluarga yang ditinggalkan sebagai wujud ikatan kekeluargaan. 

Pemberian babi atau kerbau memiliki dua wujud diantaranya:
  1. Sebagai bentuk belasungkawa (Pa'uaimata).
  2. Pengembalian atas pemberian yang dilakukan oleh keluarga pelaksana Rambu Solo di masa lalu (Tangkean Suru'). 

Prosesi ritual pemakaman Rambu Solo dibagi ke dalam dua garis besar, yaitu:
  1. Prosesi pemakaman atau Rante.
  2. Pertunjukkan kesenian.
Kedua prosesi tersebut tidak dilaksanakan terpisah. Melainkan berlangsung dalam beriringan dalam satu kegiatan upacara pemakaman. Lamanya upacara Rambu Solo sekitar tiga sampai tujuh hari. Puncak acara Rambu Solo biasanya berlangsung pada Juli dan Agustus.

Selain itu, dalam Upacara Rambu Solo ini dilakukan berdasarkan status orang yang meninggal. Ada beberapa status. Diantarannya:
  1. Upacara Dissili' adalah upacara pemakaman yang dilakukan untuk strata paling rendah atau kematian anak yang belum mempunyai gigi. Dalam upacara ini dibagi lagi menjadi 4 bagian.
  2. Upacara Dipasangbongi adalah upacara yang dilakukan untuk rakyat biasa (Tana' Karurung) dan hanya memerlukan waktu satu malam saja. Dalam upacara ini dibagi menjadi 4 bentuk juga. Yang masing-masingnya berbeda. Mulai dari mengorbankan babi 4 ekor atau bahkan 2 ekor kerbau.
  3. Upacara Dibatang atau Digoya Tedong adalah upacara yang dilakukan untuk kalangan bangsawan menengah (Tana' Nassi). Upacara ini dibagi menjadi 3 jenis. Yang masing-masingnya dilakukan selama 7 hari. Dalam upacara ini harus menyembelih 8 ekor kerbau dan 50 ekor babi.
  4. Upacara Rampasan adalah upacara untuk bangsawan tinggi (Tana' Bulaan) dengan menyembelih kerbau sebanyak 24 sampai 100 ekor. Jenis upacara ini dilakukan dua kali dalam selang waktu setahun. Upacara pertama disebut Aluk Pia, sedangkan upacara yang kedua disebut dengan Aluk Rante. 
Prosesi pemakaman atau Rante dilakukan di lapangan yang terletak di tengah kompleks rumah adat Tongkanan. 
Proses Rante terdiri dari: 
  1. Ma'tudan Mebalun, yaitu proses dimana jenazah dibungkus menggunakan kain kafan (Dibalun) yang dilakukan oleh petugas yang disebut To Mebalun atau To Ma'kaya
  2. Ma'Rato, yaitu proses pembubuhan atau menghias peti jenazah dengan menggunakan benang emas dan benang perak.
  3. Ma'Papengkalo Alang, yaitu proses penurunan jenazah ke dalam lumbung untuk disemayangkan. 
  4. Ma'Palao atau Ma'Pasonglo, yaitu proses pengantaran jenazah dari area rumah Tongkanan ke kompleks pemakaman yang disebut Lakkian. Masyarakat Toraja mempunyai prinsib dimana semakin tinggi jenazah itu diletakkan maka semakin cepat rohnya menuju nirwana.
Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, saat upacara sedang berlangsung ada berbagai musik dan tarian daerah yang ditampilkan. Beberapa nilai yang mencerminkan masyarakat Toraja dari upacara ini adalah sikap tolong-menolong, gotong royong, dan kekeluargaan. Karena Masyarakat Toraja meyakini bahwa jika upacara adat Rambu Solo tidak diadakan, akan berdampak pada orang yang ditinggalkan berupa kemalangan, maka upacara ini masih terus dilakukan oleh masyarakat Toraja secara turun-temurun.

Komentar

Posting Komentar